JARING CINTA SI DEO

Info Sekolah

“JARING CINTA SI DEO”; Inovasi Pembelajaran SMP Negeri 1 Ngawi di Masa Pandemi Covid-19

Oleh Sutiyo, M.Pd.

(Waka Kurikulum SMPN 1 Ngawi)

Apa kabar Belajar dari Rumah (BDR)? Apakah masih bisa berjalan dengan baik? Berapa persen peserta didik yang masih aktif mengikuti BDR? Jawaban atas pertanyaan tersebut tentu berbeda-beda, sesuai dengan karakter geografis letak sekolah, karakter peserta didik dengan letak geografis rumahnya, karakter guru, dan karakter orang tua/wali muridnya. Sekolah yang berada ditengah kota tentu BDR-nya lebih baik daripada sekolah yang berada di desa atau bahkan pinggiran pegunungan. Mengapa? Karena sekolah yang berada di tengah kota sinyal internetnya lebih bagus, sehingga peserta didik dapat mengikuti BDR secaradaring dengan lancar. Namun belum tentu demikian. Walaupun internet lancar,tapi ortu di rumah tidak peduli dengan BDR, anak-anak belum tentu mengikuti BDR secara daring. Godaan internet luar biasa. Pada saat anak memegang HP,game online lebih menggoda daripada pembelajaran dari guru. Maka kepedulianortu berpengaruh besar dalam aktivitas peserta didik dalam mengikuti BDR secara daring.

BDR memang telah memperburuk kualitas pembelajaran. Tidak itu saja, BDR juga berdampak adanya disparitas mutu pembelajaran yang semakin lebar. Kesenjangan mutu pembelajaran antarsekolah semakin menganga, karena semakin kompleksnya faktor yang mempengaruhi pembelajaran dengan model pembelajaran BDR.

BDR yang telah berlangsung sejak pertengahan Maret 2020 tampaknya juga sudah mengalami antiklimaks. Anak-anak mulai mengalami kebosanan dalam belajar di rumah. Orang tua juga sudah mulai kendor mendamping anak-anaknya mengikuti BDR, karena harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, dan juga karena jenuh. Kondisi inilah yang mengakibatkan partisipasi anak-anak dalam BDR semakin rendah. Anak-anak yang mengikuti pembelajaran daring semakin berkurang, rata-rata berkisar 50%. Anak-anak yang mengumpulkan tugas pembelajaran daring juga merosot tajam, terutama di kelas-kelas atas. Kondisi BDR yang seperti itu seyogyanya memicu semangat para pendidik dan sekolah sebagai satuan unit kerja untuk berinovasi dalam pembelajaran. Bukan sebaliknya, pendidik ikut menikmati lesunya anak-anak mengikuti BDR dengan malas juga dalam memberi pembelajaran. Pada saat kondisi BDR yang demikian, guru bersama sekolah harus mampu menjadi motivator sekaligus manajer pembelajaran. Sebagai motivator guru harus mampu membangkitkan semangat belajar kepada anak didiknya. Dan sebagai manajer pembelajaran, guru harus berinovasi dalam mengelolaan BDR agar menjadi menarik bagi peserta didik. Pembelajaran melalui BDR harus dikemas untuk memenuhi ‘selera’ belajar anak didik tanpa harus mengesampingkan kaidah-kaidah pembelajaran. Dalam tulisan ini penulis menyajikan inovasi pembelajaran di SMP Negeri 1 Ngawi yang berjudul ‘Jaring Cinta Si Deo’. Judul tersebut merupakan akronim dari Belajar Daring melalui Cerita Singkat dan Video. Judul ini penulis pilih untuk ‘mengambil hati’ anak-anak SMP yang sedang menginjak usia remaja. Bagi anak remaja kata cinta menjadi magnit yang memiliki daya tarik yang luar biasa. Kata cinta membuat hati remaja berbunga-bunga. Untuk itu, penggunaan kata cinta dalam inovasi ini, diharapkan dapat memicu adrenalin keingintahuan peserta didik.

Inovasi pembelajaran ‘Jaring Cinta Si Deo’ merupakan inovasi pembelajaran dalam jaringan yang dikelola melaui google classroom. Inovasi ini dilakukan sesuai kondisi saat ini, pembelajaran tatap muka masih dibatasi oleh pemerintah sebagai akibat pandemi Covid-19. Pembelajaran jarak jauh dalam jaringan merupakan salah satu solusi agar anak didik kita tetap mendapatkan layanan pembelajaran ditengah situasi pandemi Covid-19.

Dihadirkannya cerita singkat dalam inovasi ini diharapkan menambah daya tarik pembelajaran jarak jauh. Harus diakui belajar jarak jauh memiliki kelemahan, yaitu lemahnya interaksi guru peserta didik. Kelamahan interaksi guru dan peserta didik inilah yang membuat pembelajaran jarak jauh kurang bermakna dan mudah menumbuhkan kejenuhan. Cerita singkat dalam inovasi pembelajaran ini dihadirkan sebagai bentuk apresepsi pembelajaran. Cerita singkat yang disajikan berupa cerita singkat yang inspiratif yang memberikan wawasan[1] wasawasan pengetahuai, nilai-nilai kebaikan, dan mampu menggugah semangat belajar anak didik. Dengan cerita singkat yang inspiratif guru dapat menanamkan sikap-sikap yang baik, nilai-nilai agama yang sesuai dengan materi pembelajaran. Dengan cerita singkat guru dapat mengasah perkembangan sosial dan emosional peserta didik. Dengan cerita singkat guru dapat membangkitkan empati dan simpati peserta didik.

Dua peneliti dari Universitas Washington di St. Louis memindai otak orang yang gemar membaca cerita. Peneliti tersebut menemukan bahwa otak mereka yang gemar membaca cerita bereaksi seakan cerita-cerita yang dibacanya adalah pengalaman nyata. Ini yang membuat bila seseorang bercerita tentang pengalaman sedihnya, para pembaca akan dapat memiliki kepekaan terhadapnya 

(https://edukasi.kompas.com/read/2018/06/17/21492131/6).

Cerita juga dapat digunakan untuk membangun kontak batin antara pendidik dan peserta didik. Jika ada kontak batin dalam pembelajaran, maka guru akan memperoleh dampak positif mendapat perhatian dari peserta didik, guru dipercayai dan diteladani peserta didiknya.

Dalam presektif Multiple Intelligences, pembelajaran yang menggunakan media video dapat menjangkau dua gaya belajar peserta didik, yaitu peserta didik yang memiliki kecerdasan musikal dan kecerdasan kinestetik. Peserta didik yang memiliki kecerdasan musikal akan mudah belajar dengan mendengarkan ceramah, suara musik, dan sejenisnya. Sedangkan peserta didik yang memiliki kecerdasan kinestik, akan mudah belajar melalui melalui gambar, atau bentuk-bentuk dengan memakai model, grafis, diagram, foto, gambar tangan, model 3 dimensi, video, TV, multimedia, buku teks bergambar.

Pembelajaran yang menggunakan media video juga meningkatkan prosentase materi yang diingat oleh peserta didik. Berdasarkan Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) Edgar Dale, peserta didik akan mampu mengingat materi pembelajaran sampai dengan 20% jika pembelajaran hanya disampaikan secara verbal (membaca dan mendengarkan), 30% jika pembelajaran menggunakan media visual (melihat gambar,video, dan demontrasi), 50% jika peserta didik terlibat dalam diskusi pembelajaran, 70% jika peserta didik berperan dalam presentasi dalam pembelajaran, dan 90% jika peserta didik ikut melakukan proses pekerjaan dalam pembelajaran (bermain peran, melakukan simulasi, melakukan pekerjaan yang nyata).

Inovasi “Jaring Cinta Si Deo” diharapkan mampu menggugah ketertarikanbelajar peserta didik dalam belajar. Inovasi ini diharapkan menggiatkan kembali gairah pembelajaran di tengah pandemi Covid-19. Inovasi “Jaring Cinta Si Deo” diharapkan juga membantu mempermudah peserta didik dalam belajar. Sehingga kekawatiran lose generation tidak terwujud.